Selasa, 03 Juli 2007

Dua Sayap Yang Tertinggal

DUA SAYAP YANG TERTINGGAL
(hendri list)

Langit masih berselimut mendung yang hitam, namun hujan belum juga datang, hanya butiran-butiran kecil air yang jatuh di permadani alam dan gemuruh yang berderi di langit biru,
Di sampingku duduk seorang sahabat yang papa yang terjatuh dan patah serta tak tertahta, 1000 waktu ia coba untuk mengayun jejak langkahnya untuk menggapai cinta seorang gadis yang ia kasihi dan cintai, sejuta harapan terukir dalam pusara hatinya.
Ini adalah sebuah kisah 1000 waktu yang di lalaui sahabatku, sahabat yang terjatuh bukan karna cinta tapi karna ego yang di punya, ketika terompet telah bersuar dermaga hatinya mulai menanti jawaban, jawaban atas sebuah pertanyaan yang ia panjatkan kepada seorang kekasih yang ia pilih.
Siang dan malam sertakan waktu ia slalu saja memuja dan menyanjungnya,” wahai malam di mana aku dapat menemukan wajah ayu, wahai sabit yang melengkung menawan tunjukan di mana bisa ku temukan senyum manis”, seraya mereka menjawab,” kau kan temukan di tambatan hatimu ”.Hatinya kini merasa lebih tak tertahta lagi, dalam jiwanya piala kemenangan pasti termiliki.
Sekejap waktu berlalu begitu cepat bayangan sang kekasih masih slalu di sampingnya, kadang di waktu senggang ia menilik di balik kaca jendela dan melayangkan pandang kealam bebas, dia berharap tambatan hati melintas di depanya.
Di tempat belajar sering kali sang sahabat di sana, melihat wajah pujaanya 1000 kata seakan tlah tertahta di mulutnya ia coba untuk mendekat di samping tubuhnya dan ia mulai berkata.
Bagi waktu cinta memang hal yang tak bisa di uangkapkan satu jam serasa sewindu dan itulah yang di rasakan oleh sahabatku yang papa, rindu adalah hal yang indah bagi para pecinta tapi tuhan memang adil untuk hal ini, membentuk cinta bersamaan dengan rindunya layaknya gula yag melebur dengan air, meski tak senyawa namun dapat menyatu, bagi cinta ia tak memandang kedudukan, ia tak menyuka keindahan dia hanya cintai cinta karna itu adalah akhir tempat yang terindah.
Malam kini tampak tak bersahabat, namun ada keindahan di balik itu, kini sang pujaan dekat dengan pemujanya, menghadiri pesta sahabatnya, di atas meja telah tersuguh makanan dan minuman yang nikmat, anggur dan roti kering juga tersedia, kini cawan-cawan sudah saling berdentingan bak lonceng yang berderai, suara canda tawa pun menyelimuti ruangan itu , tak sadar waktu sudah tampak larut sang sahabat dengan mulut yang bergetar membisikan katanya kepada sang pujaan “wahai kau gadis izinkan aku untuk mengajakmu pergi walau sejenak, karna ada kata yang ingin ku beri untukmu”.Dengan kuda hitam pekat mereka pergi menyusuri malam, sang sahabat menghentikan laju kuda dan bergegas turun dari pundaknya di sertai dengan menyuguhkan tanganya kepada sang pujaan, dengan bahasa tubuhnya ia mengisyaratkan.
“Waktu memang melaju, namun cinta malah lebih mangikatku untuk itu, di hati ada mimpi yang belum kusempurnakan, mimpi tuk memilikimu, Wahai kau gadis maukah kau sempurnakan mimpiku?” Lalu sang pujaan meminta untuk menanti jawabannya lusa.

Mentari tlah jauh memucuk ke angkasa, kini sang sahabat telah menunggu jawaban atas pertanyaanya yang dia tuju kepada sang pujaan. Tampaknya bila pandaangan kita melihat keadaan saat ini pastilah piala kemenangan yang akan di dapati oleh sahabatku.
Kini tlah tampak sang tambatan hati, ia bergegas menghampiri sang pengemis kata dan mulailah ia menjawab pertanyaan waktu itu. Bagai hujan di waktu terik, hatinya terasa tercabik binatang buas yang bergigi beringas,” alam fikirannya tak mengerti sesaat setelah mendengar jawaban itu, baginya jawaban itu akan menjadi kewajaran apa bila sang tambatan hati tak bisa sempurnakan mimpinya tuk saat ini, tapi mengapa dengan cinta, hatinya ternyata mengagumi temanku, teman yang tak ku sangka bisa lulukan hatimu.
Saat in jiwa sahabatku terbebani oelh beban yang tak terkira beratnya. Tatkala itu ia berada di taman belajar, pandangan matanya jatuh ke wajah sang teman, hatinya saat melaburkan dua rasa yang berbeda, mukanya merah memarah, dua bentuk giginya saling di adukan dan alam fikiranya mulai membias namun terhimpit. Kini waktu mulai menggandeng mentari mengembalikan ia ke peraduanya, sahabatku dengan telanjang dada dan kaki yang tak beralas melancong melintasi taman-taman yang indah di kota tua, tubuh kurusnya tak merasa hawa yang dingin telapak kakinya pun tak merasa sakit meski kerikil-kerilil tajam berditi tegak di bawah telapak kakinya, sambil ia berjalan, mulutnya tak henti-hentinya berkata:

“ Wahai tuhan, kau kini ada di mana. Hambamu kini telah terjatuh di samudra cinta hinga tengelam di dalamnya.
Kekasihku jauh dari hidupku, Jauh….jauh sekali, namun begitu dekat di hati ini hingga tak butuh jarak untuk itu.
Temanku membisik dalam jerami malam, kekasihku mendengar dalam isakan, mereka mengenal dan memandang hingga cinta menjadi hinggapan.
Tambatan hatiku jauh oleh temanku, tapi bukan oleh temanku ia jauh dan bukan pula karna cinta.”

Sahabatku kini berhenti berjalan dan bicara, pandangan matanya ia layangkan jauh ke atas langit yang tampak mendung, ia sejenak tegap berdiri dan diam, bibirnya kini mulai bergetar tampaknya ada puluhan kata yang akan ia kasidahkan, tak lama kemudian ia berucap kembali:
“Hai.. kau langit yang terhamparluas, usah kau tersenyum menertawaiku, karna ini adalah garis hidupku yang tuhan telah titikan padaku, ini bukan mauku, tapi aku meski mengindahkanya dan itupun butuh waktu yang lama.
Wahai cinta yang bersemayam di singgasana izinkan aku untuk menjadi kekasihmu, kekasih yang kau kasihi, kalau tidakpun biarlah aku dapat belajar mencintai cinta. ”

Tidak ada komentar: